create your own banner at mybannermaker.com!

Kamis, 16 Maret 2017

SALAH SATU GURU POLITIK KU HARI INI MENINGGAL DUNIA

SALAH SATU GURU POLITIK KU HARI INI MENINGGAL DUNIA

Suatu ketika di penghujung 2004, tetap menggunakan sarung dan baju koko berwarna putih bersih serta bersongkok hitam. Di kondisi santai tanpa beban itu, aku bertanya "bah, kenapa abah yang kyai malah maju sebagai cawapres, yg saya yakin abah mengerti sebelumnya jika akan kalah dan dana akan banyak keluar?"

Dia menghela nafas, dan bertanya kembali ke saya "kenapa kamu merokok dan saya juga yakin kalo kamu mengerti kalo rokok justru menghabiskan uangmu dan akan mengganggu kesehatanmu?"

Aku pun berusaha tenang dalam menjawab pertanyaan seorang hadratus syeikh, seorang yang dimuliakan Allah SWT karena kekuatan ibadah dan syiarnya kemana mana. "Alasan pertama, alhamdulillah sampai hari ini saya masih diberi rejeki oleh Allah SWT untuk saya berkemampuan membeli rokok tersebut dan yang kedua saya juga yakin bahwa umur dan kesehatan saya pasrahkan semua kepada Allah SWT, karena hanya Dia yang menjawab tentang umur dan kesehatan itu bah," jawabku yang kuusahakan untuk serasional mungkin menjawab pertanyaan beliau.

Abah Hasyim - demikian para santrinya memanggil beliau - mengajakku bangkit berkeliling ponpes Al Hikam yang waktu itu masih beberapa tahun dirintisnya. "Begitu pula dengan alasan saya, dik. Yang pertama, rejeki Allah SWT Maha Luas sehingga saya dan keluarga diberi kesempatan menyisihkan rejeki untuk bisa membantu banyak umat islam dan dibanyak tempat dalam perjalanan saya hampir 1 tahun lamanya berkeliling kampanye," jawabnya sambil melihat beberapa tanaman di halaman ponpes yang berhasil ditanam oleh para santri mahasiswa di Ponpes Al Hikam.

Sambil menghela nafasnya dan mulai berkeringat karena jalan jalan pagi itu, dia menjawab alasan keduanya. "Setiap umat Islam dan pengikut Nabi Muhammad SAW, haruslah berbekal pada optimisme, optimisme itu wujud tawakal dan ikhtiar kita yang paling ringan, optimis dalam menjalani setiap langkah kehidupan horizontal kemanusiaannya dan kemanusiaannya kita semua, termasuk diantaranya soal menang dan kalah dalam kampanye pilpres kemarin, siapa bilang saya yakin kalah ? Saya bersama Ibu megawati tetap dalam kerangka optimis menang. Kenapa harus begitu ? Karena saya yakin dalam kemenangan itu akan semakin banyak umat yang bisa saya bantu baik soal kesejahteraannya, kemakmurannya maupun kemerdekaannya sebagai umat manusia yang hidup di alam raya nya Indonesia ini,"

"Minum kopinya dulu dik, kopi ini saya bawa dari timor nusa tenggara timur," katanya memotong alasan keduanya itu. "Tapi dik segala bentuk ikhtiar dan tawakal kita tetap kita serahkan pada Allah SWT termasuk soal kekalahan kemarin, saya sudah sampaikan ke ibu mega, jika kita sudah bertarung dengan sebaik baiknya, dan sehormat hormatnya sebagai salah satu insan politik, tapi kekalahan ini adalah wujud kesabaran kita dalam menghadapi segala persoalan kehidupan ini," menjawab dengan diplomatisnya.

Hari ini hari kamis (15/09) , hatiku setengah menjerit ketika jam setengah tujuh pagi tadi mendapat telpon dari seorang kawan di malang, "Ven, abah sudah meninggal dunia, usahakan datang ya untuk mensholatinya dan mendoakkannya," ..... ahhhhhh.... satu lagi guru politikku telah meninggal dunia... bangkit aku dan segera berangkat ke malang.

Selamat jalan bah......
Selamat Jalan Hadratus Syeikh KH Hasyim Muzadi

Dari santrimu....
Aven Januar Aven Januar Full ....

Rabu, 01 Februari 2017

Marhaenisme oleh Sutoro SB

MARHAENISME

Oleh : Sutoro SB (Alumni GMNI Jogjakarta)

Pendahuluan

Banyak orang belajar/mempelajari Marhaenisme, yakni ajaran Bung Karno. Namun tidak menemukan apa sebenarnya inti dan kehendak dari ajaran tersebut. Mereka tidak atau belum menemukan “benang merahnya”. Dengan demikian maka sepertinya mereka sekedar mempelajari secara lahir tentang perjuangan dan keberhasilan Bung Karno di masa yang silam, karena mereka cuma mewarisi abunya sejarah bukan apinya sejarah.

Apabila setiap pengikut ajaran Bung Karno hanyalah demikian adanya, hanya sekedar pewaris-pewaris abu sejarah belaka, alangkah sayangnya ajaran yang brilliant itu kemudian menjadi kenang-kenangan (sekalipun kenang-kenangan yang indah). Marhaenisme kemudian menjadi “out of date”. Adalah menjadi tanggungjawab kita bersama untuk kembali menghidupkan jiwa ajaran tersebut, kembali menemukan arti kebaikan bagi rakyat. Dengan demikian Marhaenisme akan menampakkan jiwanya sebagai ajaran yang dinamis dan selalu up to date.

Untuk itulah maka mempelajari Marhaenisme tidaklah cukup hanya mempelajari pengertian-pengertiannya yang verbal, akan tetapi kita mencoba untuk menukik lebih dalam mencoba mengkaji makna hakikinya. Dengan demikian maka di samping kita mengerti apa Marhaenisme (secara verbal), kita coba menelaah mengapa dan juga untuk apa Marhaenisme yang meliputi mengapa lahir Marhaenisme dan mengapa kita pilih sekarang serta untuk apa sebenarnya kita memiliki Marhaenisme itu.

Pengertian dasar Marhaenisme

Marhaenisme – Marhaen – Marhaenis

Marhaenisme, adalah ajaran Bung Karno. Pengertianya adalah meliputi asa (teori politik) dan asas perjuangan.

Sebagai asa atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum Marhaen*. Sebagai teori politik meliputi pengertian :

Sosio Nasionalisme,

Sosio Demokrasi,

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet nya masyarakat itu**.

Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya didalam masyarakat***. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat.

Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang ditemui oleh Bung Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kelompok masyarakat/bangsa Indonesia yang menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan oleh sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme.

Marhaen meliputi unsur-unsur tani, buruh-tani, pedagang kecil yang melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme.

Marhaenis, adalah penganut ajaran Marhaenisme yang berjuang menurut petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang dengan bersama-sama/mengorganisir berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di seluruh tanah air.

2.1. Marhaenisme sebagai asas/teori politik sebenarnya merupakan kesimpulan, sekaligus sebagai teori perjuangan.

Artinya : pada saat itu Bung Karno menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia (Marhaen) menderita karena suatu sistem/stelsel. Sebetulnya ia penuh potensi dan bukan kaum yang malas.

Dengan demikian maka Marhaenisme mengandung teori perjuangan. Masalahnya mengapa sampai tiba kesimpulan yang demikian itu? Disinilah makna daripada Marhaenisme. Dengan visi Marhaenisme (yang berpihak kepada rakyat), kita dapat menganalisa masyarakat dan hasilnya adalah kita mengetahui kesengsaraan rakyat yang disebabkan oleh suatu sistem/stelsel. Dan dengan itu pula kita dapat menentukan cara berjuangnya.

2.2. Marhaenisme adalah kesimpulan dari penelaahan terhadap kondisi masyarakat Indonesia.

Kita ketahui bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang dijelaskan dalam metode berpikir marhenisme tentang “THESA-ANTITHESA-SYNTESA”. Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa (keadaan) berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal sebagai “DIALEKTIKA”. Dengan dialektika, selanjutnya kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu berhadapan, yakni :

element establishment, dan
elemen perubahan.
Elemen establishment adalah elemen yang menguasai thesa dan menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama telah gugur karena munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah Sosialisme Indoneisa).

Dari teori di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika kolonialisme Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem kapitalisme-kolonialisme.

Pada saat yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen perubahan,- yakni masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan perubahan ini bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan – maka menjadi kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi kekuatan riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan. Didalam buku MENCAPAI INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan disebutkan antara lain melipuit : self-help, self-relience, non kooperatip, machtvrming, massa aksi, revolusioner.

Setelah terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan berubah menjadi elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan teori-teori atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan (thesa) yang ada.

Secara singkat digambarkan sebagai berikut:

Catatan: Dalam kenyatan masyarakat masing-masing kondisi tersebut tidak dapat selalu dipisahkan, akan tetapi saling berkaitan.

Dengan demikian maka nampaklah bahwa baik sebagai teori politik/asas maupun sebagai teori perjuangan, adalah merupakan jawaban terhadap keadaan.

Mengapa Memilih Marhaenisme

Persoalan berikutnya adalah mengapa sampai terjadi kesimpulan tersebut ? dengan kata lain; mengapa mesti lahir Marhaenisme, demikian pula mengapa pula kita memilihnya?

Pada proses dialektika seperti disebutkan di depan, maka rakyat berada pada elemen perubahan karena ia (rakyat) jelas merupakan bagian masyarakat yang menderita akibat satu sistem/stelsel yang dipertahankan oleh elemen establishment. Proses perubahan tersebut adalah sudah menjadi keharusan sejarah dan merupakan hukum alam, dan mesti terjadi. Karena setiap Marhaenis menghendaki perbaikan nasib rakyat, maka ia pasti berpihak kepada rakyat, berpihak kepada perubahan, karena perubahan yang terjadi adalah satu proses yang menuju kepada perbaikan nasib rakyat. Ketika Bung Karno dengan pisau analisanya mencoba meneelaah keadaan yang terjadi atas bangsanya dan dilihatnya elemen establishment (kolonialisme Belanda) dan elemen perubahan (Marhaen yang menderita) maka tercetuslah ajaran ajarannya yang menghendaki perubahan dengan jalan “merdeka sekarang juga”. Dengan kemerdekaan nasional (sebagai jembatan emas) akan diperbaikilah nasib Marhaen yang menderita.

Maka boleh disimpulkan; karena adanya kolonialisme Belanda dan karena adanya Marhaen yang menderita dan atas kemampuan Bung Karno, lahirlah “MARHAENISME” sebagai teori politik dan teori perjuangan yang menghendaki perubahan-perubahan menuju perbaikan nasib Marhaen.

Persoalan berikutnya adalah merupakan hal yang penting bagi kita. Mengapa kita memilih Marhaenisme sebagai anutan? Menjawab pertanyaan tersebut maka terlebih dahulu kita menjawab permasalahan berikut, yakni :

Apakah proses perubahan/dialektika itu masih akan terjadi ?
Berada pada pihak manakah kita dalam pertentangan dua elemen yang ada (establishment dan perubahan) tersebut ?
Di dalam metode berpikir Marhaenisme telah jelas diterangkan tentang pola perubahan dalam masyarakat, secara sedarhana dapat digambarkan sebagai berikut:

Melihat proses tersebut kita dihadapkan pada pilihan untuk menilai dimanakah fase perkembangan masyarakat yang ada. Apabila kesimpulan kita bahwa masyarakat sosialisme Indonesia (III) belum tercapai maka berarti proses perubahan masih akan terjadi. Dalam hal ini setiap Marhaenis berpihak pada elemen perubahan yang menuju kepada perbaikan nasib kaum Marhaen/rakyat.

Untuk Apa Marhaenisme ?

Setelah kita tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah penarikan relevansinya pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?

Jawabannya adalah sangat sederhana “UNTUK BERJUANG”. Namun demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi menerangkan masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.

Konotasi “BERJUANG” adalah berarti memperjuangkan nasib rakyat. Lalu kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian mengambil sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau kesimpulan kita adalah “PENDERITAAN”, maka masalah berikutnya adalah: mengapa mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.

Secara sederhana kita simpulkan secara global, ambilah TRISAKTI TAVIP sebagai tolok ukur. Rumusan Trisakti adalah:

Berdikari dalam bidang ekonomi.
Berdaulat dalam bidang politik.
Berkepribadian dalam kebudayaan.
Trisakti merupakan tolok ukur untuk menilai kemerdekaan. Dinamakan merdeka apabila ketiga hal tersebut telah dipenuhi, atau setidaknya dalam proses menuju kesana. Dikatakan bahwa kemerdekaan adalah sekedar “Jembatan Emas”. Diseberang jembatan itu kita bangun Sosialisme Indonesia, kita bangun Indonesia yang “gemah ripah lohjinawi”. Masalahnya sekarang bagaimanakah keadaan jembatan tersebut, untuk menilai hal ini kita punya tolak ukur di atas. Demikian pula mari kita lihat keadaan masyarakat Marhaenis dengan menggunakan pisau analisa Marhanisme, baru kemudian kita bisa menentukan sikap dengan terlebih dahulu memilih siapa kawan kita, dan siapa lawan kita.

Penutup

Kalau kita melihat pola perubahan masyarakat melalui proses dialektika, maka seolah-olah kita terpukau, apakah untuk mencapai Sosialisme Indonesia harus melalui fase kapitalisme? Bung Karno menjelaskan bahwa tanpa melalui fase kapitalisme kita dapat mencapai Sosialisme Indonesia. Teori ini kemudian disebut dengan “fase Sprong Teory”. Dengan pentahapan revolusi, maka dengan meloncati fase kapitalisme kita dapat langsung menuju sosialisme. Ternyata Bung Karno tidak sendiri, artinya bahwa pendapat beliau (teori fase sprong) bukan satu-satunya pendapat atau teori yang berpendapat bahwa tanpa melalui kapitalisme dapat terbentuk sosialisme. Ernesto Che Guevara, seorang pejuang revolusioner dari Kuba (yang terbunuh di Bolivia) mempunyai pendapat yang sama walaupun dalam rumusannya yang berbeda. Dikatakannya sebagai berikut:

“It’s not necessary to weak for fullfillment condition a revolution, because the focus of insurection can create them”.

Maksudnya, tanpa menunggu kondisi penuh untuk suatu revolusi (mencapai sosialisme), sosialisme akan tercapai. Karena revolusi untuk mencapai sosialisme akan terbentuk dengan sendirinya dengan dihidupkannya pergolakan-pergolakan, yang artinya masyarakat digembleng dalam suasana revolusioner secara terus menerus. Bung Karno membagi tahapan revolusi sebagai berikut:

fase satu, nasionalisme demokrat
fase dua, sosialisme demokrat
fase tiga, sosialisme indonesia
Pada fase satu, semua elemen progresif dipersatukan, semua potensi nasional disatukan (Nation And Character Building) untuk menyingkirkan musuh dan penghalang revolusi. Pada fase kedua, setelah semua penghalang revolusi berhasil disingkirkan, maka selanjutnya adalah membangun landasan dasar sosialisme. Landasan mental telah tercipta ( dengan Nation And Character Building) maka dibangunkanlah landasan fisiknya. Dengan berakhirnya fase kedua maka kita telah siap memasuki fase tiga, yakni Sosialisme Indonesia.