create your own banner at mybannermaker.com!

Rabu, 18 September 2019

Pokok-Pokok MasalahAtas Rancangan Undang-Undang Pertanahan

Pokok-Pokok Masalah
Atas Rancangan Undang-Undang Pertanahan
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP), yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak ditujukan untuk menjawab 5 (lima) pokok krisis agraria, yakni: (1) Ketimpangan struktur agraria yang tajam; (2) Konflik agraria struktural; (3)Kerusakan ekologis yang meluas; (4) Laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non-pertanian; dan (5) Kemiskinan akibat struktur agraria.
Terdapat sepuluh (10) persoalan mendasar dari RUU Pertanahan saat ini yang akan menambah laju ketimpangan khususnya menyesengsarakan petani, masyarakat pedesaan, nelayan tradisional, masyarakat adat dan kelompok marjinal. Hal tersebut adalah sbb:
1. RUU Pertanahan bertentangan dengan UUPA 1960. Meskipun dalam konsiderannya dinyatakan bahwa RUUP hendak melengkapi dan menyempurnakan hal-hal yang belum diatur oleh UUPA, akan tetapi substansinya bertentangan dengan UUPA 1960. Hal tersebut bertentangan dengan program pemerintah melanjutkan cita-cita proklamasi dan trisakti.
2. Hak Pengelolaan (HPL) dan Penyimpangan “Hak Menguasai dari Negara (HMN)”. HPL selama ini menimbulkan kekacauan penguasaan tanah dan menghidupkan kembali konsep domein verklaring, yang tegas dihapus UUPA 1960.
Hak menguasai dari negara yang telah ditetapkan oleh Putusan MK No.001-021-022/PUU-1/2003 telah diterjemahkan oleh RUUP secara menyimpang dan powerful menjadi jenis hak baru yang disebut Hak Pengelolaan (HPL). Ini akan membuat Kementerian ATR/BPN memiliki kewenangan luarbiasa dan penuh ketertutupan.
3. Masalah Hak Guna Usaha (HGU). Dalam RUUP, HGU tetap diprioritaskan bagi pemodal skala besar, tidak diarahkan untuk penciptaan keadilan agrarian melalui badan usaha milik rakyat (koperasi petani, koperasi masyarakat adat, koperasi nelayan, bumdes, dan bentuk badan usaha berbasis kerakyatan lainnya). Selain itu, pembatasan maksimum konsesi perkebunan tidak mempertimbangkan luas wilayah, kepadatan penduduk dan daya dukung lingkungan. Masalah lainnya, RUUP bahkan mengatur impunitas penguasaan tanah skala besar (perkebunan) apabila perusahaan melanggar ketentuan luas alas hak.
4. RUUP juga tidak mengatur keharusan keterbukaan informasi sehingga proses pendaftaran, perpetaan, pemberian hak, dan sebagaimana amanat UU tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Putusan Mahkamah Agung. Ini akan membuat azas pemerintahan yang baik tidak tercipta. Bahkan, akan menyuburkan korupsi.
5. Reforma Agraria dalam RUUP dikerdilkan menjadi sekedar program penataan aset dan akses. RUUP tidak memuat prinsip, tujuan, mekanisme, lembaga pelaksana, dan pendanaan negara untuk menjamin pelaksanaan RA. Padahal, RA adalah program prioritas pemerintahan Jokowi.
Untuk menata ulang struktur agraria Indonesia yang timpang menjadi lebih berkeadilan, mensejahterakan dan berkelanjutan, yang dilakukan secara sistematis, terstruktur serta memiliki kerangka waktu yang jelas.
6. Pembiaran Konflik Agraria. RUUP tidak mengatur bagaimana konflik agraria struktural di semua sektor hendak diselesaikan. RUUP menyamakan konflik agraria dengan sengketa pertanahan biasa, yang rencana penyelesaiannya melalui mekanisme “win-win solution” atau mediasi, dan pengadilan pertanahan. Padahal, karakter dan sifat konflik agraria struktural yang berdampak luas secara sosial, ekonomi, budaya, ekologis dan memakan korban nyawa.
7. Melembagakan Sektoralisme Pertanahan dan Pendaftaran Tanah. Pendaftaran Tanah dalam RUUP bukan merupakan terjemahan dari pendaftaran tanah yang dicita-citakan UUPA 1960 tentang kewajiban pemerintah mendaftarkan seluruh tanah di wilayah Indonesia, dimulai dengan pendaftaran tanah dari desa ke desa sehingga Indonesia memiliki data agraria yang akurat dan lengkap untuk menetapkan arah strategi pembangunan nasional berbasis agrarian, serta dalam rangka pemenuhan hak-hak agraria masyarakat.
8. Pengingkaran Terhadap Hak Ulayat Masyarakat Adat. Konstitusi sudah dengan jelas mengakui keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya. Namun, RUUP tidak memiliki langkah konkrit dalam administrasi dan perlindungan hak ulayat masyarakat adat, atau yang serupa dengan itu.
9. Pembentukan Bank Tanah. RUUP bermaksud membentuk Bank Tanah/ Lembaga Pengelola Pertanahan.
Cara kerja: pemerintah dan swasta menyetorkan modal untuk Lembaga BT; BT mendapatkan tanah dari tanah negara dan membeli tanah; pada area tersebut pemerintah akan melakukan pembekuan transaksi jual-beli tanah kecuali kepada BT (land freezing); tata guna tanah akan diatur oleh BT dan pemerintah mengesahkannya melalui tata ruang; BT berwenang bekerjasama dengan pihak swasta/badan public mengelola tanah; BT memperoleh keuntungan dari proses tersebut.
Bank Tanah bertentangan dengan Konstitusi dan UUPA 1960, mengingat: (1) Sumber tanah yang akan dikelola berasal dari Tanah Negara; sementara klaim Tanah Negara atau Hutan Negara sampai saat ini masih menimbukan warisan buruk agraria nasional bagi masyarakat di bawah; (2) Mengukuhkan pasar bebas dimana tanah sebagai barang komoditi, padahal UUPA menganut asas tanah memiliki fungsi sosial.
Jika dibentuk, Bank Tanah beresiko: memperparah ketimpangan dan konflik agraria; melancarkan proses-proses perampasan tanah atas nama pengadaan tanah untuk pembangunan; dan meneruskan praktek spekulan tanah.
10. Membuka derasnya kepemilikan asing dalam pemilikan, pengelolaan dan pengusahaan tanah di Indonesia. Setelah perkebunan, property, RUU Pertanahan membuka penguasaan asing melalui Bank Tanah, HPL, HGU dan pemilikan rumah.
Oleh sebab itu, berdasarkan kedelapan masalah pokok di atas, maka dengan ini kami perwakilan organisasi gerakan masyarakat sipil, gerakan tani, masyarakat adat, nelayan, akademisi dan para pakar agraria menyimpulkan bahwa RUUP tidak memenuhi syarat secara filosofis, ideologis, sosiologis, historis, dan ekologis sehingga bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX/2001 dan UUPA 1960. RUUP nyata-nyata berwatak kapitalisme neoliberal, yang akan semakin memperkuat liberalisasi pasar tanah.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, kami menganjurkan agar ditunda pengesahannya. Ke depan, diperlukan penyusunan ulang draft UU yang lebih utuh dan matang untuk menjawab krisis agraria nasional, mampu mengakomodir seluruh kepentingan masyarakat. Utamanya, RUU mengenai agraria yang sejalan dengan mandat Pasal 33 UUD 1945, TAP MPR IX/2001 serta UUPA 1960.
Iwan Nurdin
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria.

Rabu, 04 September 2019

Materi Pelatihan Jurnalistik Dasar (1) : Menulis Teras Berita




Materi Pelatihan Jurnalistik Dasar (1)

Menulis Teras Berita / Lead
Oleh Aven Januar

CEo AJ Strategies Konsultan Media

Pendahuluan
Berita jika sesuai Wikipedia adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Laporan berita merupakan tugas profesi wartawan, saat berita dilaporkan oleh wartawan laporan tersebut menjadi fakta / ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan / media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita. Stasiun televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf.
Yang membedakan Berita dengan Informasi umum lainnya adanya Nilai Berita (News values), Nilai berita setidaknya ada 4 yakni :
1. Aktual 
Keaktualan sebuah berita sangat penting. Berita akan jauh lebih menarik perhatian mayarakat ketika berita tersebut masih hangat dibicarakan, belum lama/ sedang terjadi. Semakin aktual sebuah berita, semakin tinggi pula nilai berita tersebut. Terdapat tiga kategori aktual, yaitu aktual kalender, aktual waktu dan aktual masalah.
2. Fakta / Informatif
Fakta berita adalah adanya unsur informasi jurnalistik yang terkandung didalamnya dengan memenuhi unsur 5W1H (What, Who, When, Why, Where and How). 
3. Menyangkut Kepentingan Orang Banyak
Dalam hal ini Muatan Berita disusun dengan kaidah jurnalistik yang tertulis dengan bahasa baku, sederhana, jelas dan informatif.
4. Mengandung Unsur Kebaharuan
Dalam beberapa penulisan berita haruslah mengandung unsur kebaharuan. bisa kebaharuan informasinya ataupun kebaharuan unsur fakta lainnya.

Teras Berita

Secara umum, berita memiliki bagian-bagian dalam susunannya, yaitu headline, deadline, lead (teras), body, dan ekor.
a. Headline sering disebut judul, yang sering juga dilengkapi dengan anak judul
b. Deadline, yaitu bagian yang terdiri atas nama media masa, tempat kejadian, dan tanggal kejadian
c. Lead (teras berita), yaitu merupakan saripati sebuah berita yang melukiskan seluruh berita secara singkat. Biasanya teras berita ditulis pada paragraf pertama sebuah cerita, dan merupakan bagian paling penting dari sebuah berita karena teras berita menentukan apakah isi berita akan dibaca atau tidak.
d. Body atau tubuh berita, merupakan perkembangan berita. Secara umum isi berita dituliskan pada teras berita, pada bagian body merupakan detail-detail khusus dari inti berita. Body berisi peristiwa yang dilaporkan dengan mendetail dan lengkap, namun tetap menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan jelas
e. Ekor berita, merupakan bagian akhir dalam suatu berita. Pada ekor berita diisi dengan kesimpulan dari isi berita. Pada bagian ekor, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang singkat dan jelas. 

Teras Berita dalam sebuah berita menjadi sangat penting karena akan menggambarkan keseluruhan berita dan menjadi daya tarik agar berita tersebut diminati dan dibaca khalayak umum. Secara sederhana lead berita itu fungsinya sama dengan intro dalam musik, karena pada hakekatnya bagian awal tulisan tak ubahnya sebagai penarik minat untuk membaca berita seutuhnya.

Cara Menulis Teras Berita sebagaimana dikutip dari buku Bahasa Jurnalistik karya Rosihan Anwar (1984) sebagai berikut :
1. Pokok Terpenting
Teras Berita yang menempati alinea pertama harus mencerminkan pokok terpenting suatu berita. Alinea Pertama itu dapat lebih dari satu kalimat akan tetapi sebaiknya jangan sampai melebihi lima kalimat.
2. RIngkas
Teras Berita jangan mengandung lebih dari 45 kata, Semakin singkat dan jelas teras berita akan jauh lebih baik.
3. Mudah Dimengerti
Teras Berita harus mudah dimengerti, dengan susunan kalimat yang sederhana, dengan mengusung semangat satu gagasan dalam satu kalimat.
4. Pelengkap Di Badan Berita
Hal-hal yang tidak begitu mendesak, hendaknya dimuat dalam badan berita.
5. Utamakan Unsur "Apa"
Teras Berita berkesesuaian dengan naluri pembaca berita yang ingin segera tahu apa yang telah terjadi, unsur "apa" itu berisi kalimat yang sesingkat mungkin yang menyimpulkan kejadian yang telah diberitakan.
6. Mulai dengan unsur "Siapa"
Teras berita juga dapat dimulai dengan unsur "siapa", karena hal itu selalu menarik perhatian manusia. Apalagi kalau "siapa" itu seorang yang menjadi tokoh di bidang kegiatan dan lapangannya.
7. Unsur Waktu (When) Jarang digunakan di Awal
Teras Berita jarang mempergunakan unsur "bilamana" pada permulaan berita. Sebab unsur waktu seringkali sudah termuat dalam headline berita ataupun bukan merupakan bagian yang menonjol dalam suatu kejadian.
8. Urutan : Tempat = Waktu
Urutan dalam teras berita sebaiknya unsur tempat dulu, kemudian disusul oleh unsur waktu.
9. Unsur dalam badan berita
Unsur "Bagaimana" dan unsur "Mengapa" diuraikan dalam badan berita.
10. Teras Kutipan
Teras berita dapat dimulai dengan kutipan pernyataan seseroang (quotation lead), asalkan kutipan itu bukan suatu kalimat yang panjang.
Untuk memudahkan dalam menulis maka lead diklasifikasikan menjadi beberapa jenis:
  1. Summary Lead, jenis ini cukup berisi ringkasan singkat tentang inti yang terjadi dalam sebuah kejadian. Lead jenis ini yang biasa dipakai untuk berita singkat seperti straight news ataupun flash newsLead jenis ini menyajikan unsur 5W + 1 H didalamnya secara singkat.
  2. Comprehensive lead, jenis ini menggambarkan secara keseluruhan gambaran dari sebuah kejadian. Lead jenis ini biasa juga disebut roundup leadLead jenis ini menekankan unsur “kapan” dalam pembukaan yang menjadi esensi berita yang diikuti oleh fakta-fakta lainnya.
  3. Accident lead, jenis ini adalah kombinasi dari summary lead dan  comprehensive lead. Yang menjadi ciri khas dari lead jenis ini karena lead ini lebih menekankan pada unsur “siapa” pada penulisannya.
  4. Punch lead, jenis ini dimulai dengan menuliskan fakta terbesar, dan terpenting dalam berita. Jenis ini disebut punch lead karena “guncangan” akan dirasakan pembaca pada baris kalimat dan akan terus membaca berita tersebut.
  5. Crusade lead, jenis ini digunakan untuk mengkampanyekan atau menjelaskan suatu kejadian yang tidak pasti.
  6. Astonisher lead, jenis ini ditunjukan untuk membuat pembaca tercengang sehingga akan timbul rasa penasaran untuk membaca kelanjutan berita tersebut.
  7. Explosive lead, jenis ini adalah jenis lead yang biasa digunakan untuk menulis berita yang mengagetkan para pembaca.
  8. You-and-I lead, jenis ini biasa digunakan untuk berita yang membutuhkan kedekatan antara berita dengan pembaca. Hal ini agar pembaca merasa lebih dekat secara emosional dan menarik untuk membaca berita tersebut.
  9. Suspended-Interest lead, jenis ini menggunakan fakta tambahan diawal dan memindahkan fakta utama di belakang lead.
  10. Question lead, jenis ini menggunakan pertanyaan untuk memulai bertia yang akan disampaikan.
  11. Quote lead, jenis ini menggunakan kutipan dari perkataan narasumber sebagai awalan berita yang akan disampaikan.
  12. Dependent lead, jenis ini digunakan untuk memberi tekanan pada sebab-akibat dari sebuah kejadian. Biasanya lead jenis ini menggunakan kata hubung pada awal kalimat.
  13. Than-and-Now lead, jenis ini biasa digunakan untuk menambah kesan dramatis pada sebuah berita dengan menggambarkan dulu dan sekarang.
  14. Here-and-There lead, Jenis ini biasa digunakan untuk membandingkan satu tempat dengan tempat lainnya.
  15. Epigram lead, jenis ini menggunakan sajak atau ungkapan pendek untuk mengawali lead. Ungkapan tersebut bisa berarti baik ataupun sebaliknya.





Senin, 02 September 2019

Kekayaan Blitar Selatan Habis Dikuras

Kekayaan Blitar Selatan Habis Dikuras
Oleh : Pravendi Januarsa*

CUKUP SUDAH! 

Hentikan Investasi Baru Pertambangan Besar yang Menista Rakyat! Lagipula, siapakah yang bisa mengembalikan lagi kekayaan 
Indonesia yang diambil oleh mijnbedrijven partikelir, yakni perusahaan-perusahaan partikelir, sebagai timah, arang batu dan 
minyak. Siapakah nanti yang bisa mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu? Musnah-musnahlah kekayaan-kekayaan itu buat 
selama-lamanya bagi pergaulan hidup Indonesia, masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka!
( Soekarno, 
Indonesia Menggugat 1961 )

Itulah sedikit gambaran kekhawatiran Bung Karno sebagai negarawan ketika kekayaan 
tambang kita menjadi satu komoditas bagi perkembangan dunia Global. Pada akhirnya kita sebagai pemilik negri hanya bisa diam ketika kekayaan alam kita tidak sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia tetapi telah membuat kaya Negara-Negara Besar. Seperti apa yang telah terjadi dipenghujung 2004 yang lalu hampir 80% wilayah Blitar Selatan telah kebanjiran, yang diakibatkannya kurangnya daerah resapan air karena hutan telah gundul dan tidak berjalannya Proses Reklamasi Tanah dan Hutan. 

Siapa yang mau bertanggungjawab terhadap kebanjiran itu? Apakah Raja-Raja kecil penguasa pertambangan Blitar Selatan itu yang siap bertanggungjawab ketika beking atau aparat yang melindungi kegiatan pertambangan itu Lari tunggang-langgang? Ataukah justru para beking itu yang telah lari dari tanggungjawab padahal mereka adalah pengemban amanat Rakyat Blitar Selatan pada khususnya dan Masyarakat Kabupaten Blitar pada umumnya? Saya menyatakan keprihatinan dan kemarahan saya terhadap sistem yang telah menistakan dan menghinakan hak sepenuhnya masyarakat Blitar sebagai bagian dari Rakyat Indonesia. Setiap harinya seluruh masyarakat Blitar Selatan baik laki-laki, perempuan, tua dan muda harus mempertaruhkan kesehatan dirinya akibat kegiatan pertambangan tersebut dari sakit mata karena kelilipen debu-debu yang berterb angan, Infeksi saluran pernapasan atas, paru-paru hingga yang paling parah sekalipun. Para aparat yang berwenang di wilayah pertambangan tersebut tak pernah menyampaikan hasil laboratorium dan dampak lingkungan serta dampak sosial ekonomi secara transparan kepada publik apakah 
kegiatan pertambangan tersebut telah layak untuk dilaksanakan dan apakah hasil setiap harinya mampu memberikan tunjangan kesehatan dan tunjangan sosial lainnya bagi masyarakat Blitar. Keprihatinan saya menyatakan bahwa kesan ditutup-tutupi atas semua hal diatas adalah upaya untuk menutupi borok dalam pelaksanaan sistem politik-ekonomi yang berjalan selama puluhan tahun 
yang mendukung kegiatan pertambangan tersebut. Dengan adanya banjir besar di penghujung tahun 2004 yang lalu telah membuktikan di hadapan masyarakat Blitar bahwa kegiatan pertambangan itu telah membawa dampak kehancuran atau destruktif terhadap lingkungan alam sekitarnya.

Adalah satu kenyataan yang ironis bahwa masih terdapat fakta ketimpangan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang mengerikan di Kabupaten Blitar khususnya di wilayah Blitar Selatan, berdamping-dampingan dengan kerakusan operasi raksasa industri pertambangan mengeruk kekayaan alam berton-ton dari bumi, menghasilkan milyaran rupiah perharinya, padahal disekitarnya terdapat kemiskinan yang kronis yang selalu mengandalkan proyek bantuan gardu taskin dari pemerintah propinsi. Sebut pula beberapa wilayah tambang, misal Ball Clay yang digunakan sebagai bahan industri keramik halus dan porselen. Di desa ngeni, desa pasiraman, desa bakung, desa wates dan banyak wilayah lagi tersebut sebagai wilayah Ball Clay yang berkualitas terbaik se-Jawa Timur ternyata di wilayah sekitarnya pun masih tampak kemiskinan yang kronis. 

Sebut Lagi misal Gamping atau batu kapur halus yang berada di wilayah perbukitan Blitar Selatan yang melintasi 3 Kecamatan yaitu Binangun, Wonotirto dan Bakung yang disebut juga memiliki kandungan Gamping terbesar di Jawa Timur ( 1.286.000 meter Kubik olahan data dinas pertanian dan pertambangan Propinsi Jawa Timur tahun 1996 ) ternyata juga menyisakan kemiskinan dan ketidaksejahteraan bagi masyarakat sekitarnya. Belum lagi hasil Pertambangan Lainnya seperti Kaolin, Andesit, Marmer dan Granit, yang mana belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat Blitar Selatan pada khususnya dan Masyarakat Blitar pada umumnya.

Ditambah dampak lingkungan yang timbul akibat proses Industri Pertambangan itu, walaupun belum ada lembaga ataupun laboratorium yang menghasilkan sebuah fakta dari dampak lingkungan tersebut, akan tetapi hampir setiap harinya di 3 kecamatan ( Binangun, Wonotirto & Bakung ) ditemui masyarakat yang sakit sesak napas, Infeksi Saluran Pernapasan Atas, radang paru-paru dan berbagai penyakit yang berkaitan dengan pernapasan, belum lagi fakta bencana alam berupa banjir yang terjadi secara periodik sepuluh tahunan menerjang Wilayah Blitar Selatan. Selain merupakan gejala yang universal diatas, di tengah rendahnya Sumber Daya Manusia Masyarakat Blitar Selatan berpotensi kuat terjadinya Pelanggaran Hak Asasi Manusia yaitu adanya pemaksaan pada proses alih fungsi lahan menjadi areal pertambangan, dan hilangnya hak atas Lingkungan Hidup yang sehat bagi masyarakat Blitar Selatan.

Pelanggaran Hak Asasi Manusia, pemiskinan Rakyat dan Penghancuran Lingkungan Hidup di sekitar wilayah Pertambangan Blitar Selatan yang didominasi oleh Raja-Raja kecil Blitar yang berkonsesi politik dengan Aparat Birokrasi, sesungguhnya menegaskan masih bertahannya karakter model penguasaan sektor pertambangan pada masa penjajahan ataupun pola rezim orde baru hanya berbeda aktor pelaksana lapangannya saja. Bagi pelaku dunia usaha umumnya yang terjadi bahwa Blitar Selatan sebagai pemasok Bahan Baku Potensial hanya akan mendapatkan 25-30% dari total keuntungan dari Keuntungan Penjualan Barang Jadi. Hasil tersebut masih terbagi lagi oleh beberapa orang yaitu Penguasa Wilayah Tambang atau Raja-Raja kecil tadi dan terbagi sebagai dana jaminan keamanan Pertambangan oleh Aparat Birokrasi maupun Aparat Keamanan. Padahal seharusnya dalam logika Industri Bahan Baku menjadi Barang Setengah Jadi dan Barang Jadi, seharusnya Bahan Baku mendapatkan harga pengembalian sebesar 60-70% dari keuntungan Barang Setengah Jadi. Dan seharusnya Dana sisanya bukan sekedar menjadi dana jaminan keamanan Aparat Birokrasi dan Aparat Keamanan tapi sepenuhnya untuk kesejahteraan sosial masyarakat Blitar Selatan. Pengambilalihan Nilai Lebih inilah yang merupakan logika Kapitalisme Global Saat ini. Mengingat rendahnya Sumber Daya Manusia Indonesia yang menganggap bahwa keuntungan itu adalah lebih baik daripada tidak untung sama sekali. Yang perlu diingat bahwa atas tindakan kita hari ini yaitu mengeruk kekayaan alam kita maka tidak akan tersisa kekayaan bahan tambang tersebut untuk anak-cucu kita. 

Dan apakah keuntungan itu sudah mampu memberikan keuntungan sosial sepenuhnya bagi kita Rakyat Indonesia yaitu permasalahan Jaminan Kesehatan dan Pelayanan Sosial lainnya termasuk Pendidikan.Oleh Karena itu perlu adanya penghentian sementara dari Proses Industri Pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Blitar sebagai Aparat Birokrasi Lokal. Meneliti kembali dampak lingkungan yang ada serta jaminan proses Reklamasi Lahan Pasca Tambang. Melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam rangka memberikan gambaran dampak sosial ekonomi yang didapat dari proses pertambangan itu. Pemerintah Kabupaten Blitar melakukan peninjauan ulang khususnya pendapatan dari Hasil Pertambangan yang mana menurut Rencana Strategis Kabupaten Blitar Tahun 2001 sektor pertambangan hanya menghasilkan pendapatan 11,48 Miliar Rupiah Pertahun yang didapat dari Retribusi Perbaikan Jalan dan Perijinan Pertambangan, menunjukkan ketidakseriusan pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan Pertambangan dan Hasil-hasilnya. Selain itu yang harus dilaksanakan juga adalah Hasil Pendapatan Pertambangan dengan perimbangan 40% untuk kembali kepada masyarakat Blitar Selatan berupa Jaminan Kesehatan, Dana Sosial Kemasyarakatan, Anggaran Pendidikan dan Lain-lain, sedangkan 60% hasilnya adalah sepenuhnya diserahkan untuk kemajuan Kabupaten Blitar pada Umumnya. 

Pengharapan akan sebuah kesejahteraan Bagi Masyarakat Blitar Selatan adalah satu impian selama sekian puluh tahun lamanya. Selain itu terdesaknya mereka oleh kondisi Labelisasi atau Stigma Politik masa lalu yang menyebabkan kehidupan mereka semakin menderita. 
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia secara umum harusnya mereka adalah menjadi tanggungjawab dari Pihak Eksekutif dan 
Legislatif.

Globalize Hopes, Globalize Struggle !!!
(Satukan Harapan, Satukan Perlawanan)

*Pravendi  Januarsa Aktif dalam kegiatan Pengamatan Sosial Kemasyarakatan Wilayah Mataraman Jawa Timur. 
Hubungi avenjatim@gmail.com
jika ingin berdiskusi dengan penulis.

Tulisan ini dimuat 
15 Desember 2006 oleh  :
http://pustakalewi.com/?mod=berita&id=4915