create your own banner at mybannermaker.com!

Sabtu, 23 Januari 2016

Pemerintah Salah Urus




Pemerintah Salah Urus
Oleh Aven Januar

Harga Naik! Sembako Naik! Demikian headline beberapa media cetak nasional belakangan ini. Dengan dalih yang sama setiap tahunnya, jelang Ramadan dan Lebaran harga kebutuhan pokok meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan. Jika ditarik lebih jauh dengan dalih yang sama pada kondisi jelang Natal dan Tahun Baru masyarakat mengalami bencana yang sama yaitu harga sembako naik. Dalih tersebut telah menjadi alat pemaklum masyarakat agar tidak terjadi gejolak sosial ekonomi yang lebih jauh. Masyarakat seakan dibutakan pada kenyataan, sebagai negara agraris dengan berlimpah ruah hasil panen petani di beberapa daerah, mengapa masih ditemui melambung tingginya harga sembako. Hal ini jelas dikarenakan pemerintah salah urus, khususnya terkait dengan proses tata kelola pangan dan sembilan bahan pokok lainnya.

Jika menurut tinjauan BPS pada tahun 2009, peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan Maret 2009, sumbangan garis kemiskinan pangan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,57 persen.

Sesuai dengan hukum ekonomi dasar bahwa proses ekonomi termasuk sembako itu sebenarnya terkait dengan tiga hal utama yaitu proses produksi, Distribusi dan arus konsumsi. Yang mana dalam mengurus ketiga hal tersebut pemerintah telah salah urus. Semisal pada proses produksi, selain terkait dengan kondisi cuaca, pemerintah telah menjauhkan kemudahan-kemudahan bagi petani untuk meningkatkan produksinya.

Sebagai contoh, kebijakan pemerintah terkait dengan subsidi pupuk yang dinikmati oleh pabrik-pabrik besar, justru tidak menguntungkan petani secara langsung. Karena saat pupuk menghilang di pasaran, maka nilai keekonomian subsidi pupuk itupun larut kedalam harga pupuk yang merupakan keuntungan pabrik pupuk. Dan saat pupuk menghilang di pasaran karena permainan tengkulak, pemerintah tidak mampu mencegahnya karena rendahnya kontrol pemerintah dalam mekanisme pasar pupuk. Dalam jangka menengah hilangnya pupuk di pasaran menyebabkan efek berantai pupuk langka, harga pupuk melambung tinggi, petani mengurangi penggunaan pupuk. Dan alhasil jumlah produksi petani menurun antara 7 hingga 10 persen karena pengurangan pupuk tersebut. Ditambah dengan kondisi alam yang tidak mendukung maka kondisi petani kita semakin terpuruk.

Pada kegiatan pasca produksi pun, pemerintah telah salah urus. Bulog sebagai pengendali harga pembelian tersebut tidak pernah melahirkan harga pembelian gabah yang menguntungkan petani kecil tapi cenderung mengikuti tren petani-petani besar. Alhasil para petani kecil dalam hal ini yang memiliki lahan kurang dari dua hektar justru mengalami kerugian jika harus dibeli sesuai harga GKG Bulog.

Dengan strategi ketahanan pangan dan bukan kedaulatan pangan, pemerintah secara membabi buta melakukan kebijakan impor pada beberapa item penting sektor pangan seperti beras dan gula. Sehingga semakin memperpuruk kegiatan pasca produksi para petani.

Dari beberapa kondisi di atas, yang memberikan peluang bagi pedagang besar ataupun tengkulak mempermainkan harga sembako yang beredar. Dengan kemampuan lebih untuk peningkatan jumlah stok barang, maka jumlah barang beredar di pasaran murni dikendalikan oleh para tengkulak tersebut. Sekali lagi masyarakat Indonesia yang mengandalkan kebutuhan pokok tersebut memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap berapapun harga sembako di pasaran.

Pemerintah telah salah urus, dalam memimpin kebijakan pada sektor pangan sehingga tidak mampu lagi mengendalikan harga sembako. Karena realita telah berbicara bahwa kebutuhan pokok masyarakat Indonesia telah sepenuhnya dikendalikan oleh mekanisme pasar. Dalam jangka panjang, problem-problem kesulitan pangan akan menjadi momok yang menakutkan di usia bangsa Indonesia yang baru berusia 66 tahun ini. (*)

*) Penulis adalah Ketua Departemen Pemuda DPD PDI Perjuangan Jawa Timur dan Wakil Ketua DPD Repdem Jawa Timur.


Sumber Berita :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar