Ir H Sutjipto
Senin, 28 November 2011 diposting pada kategori ARTIKEL
Gerakan Semut Ireng
Oleh Aven Januar
PDI Perjuangan telah kehilangan salah satu kader terbaiknya, Ir H Sutjipto pada 24 November 2011 lalu. Sutjipto dalam perjalanan hidupnya memang tak bisa dilepaskan dari dinamika PDI Perjuangan dan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum partai. Dalam karir politiknya, selain dikenal sebagai tokoh kharismatik di kalangan politisi Jawa Timur, Sutjipto juga banyak meninggalkan ide-ide besar khususnya dalam perjalanan sejarah PDI (pada era orde baru), PDI Pro Mega (1996-1999) hingga PDI Perjuangan. Ide-ide besar tersebut pada kenyataannya, selain Dasa Prasetya PDI Perjuangan belum pernah terbukukan secara rapi. Akan tetapi pada tingkatan semangat dan gairah berorganisasi, banyak ide Sutjipto terlaksana secara nyata khususnya bagi para kader PDI Perjuangan yang pernah beriringan melakukan perjuangan bersamanya.
Salah satu ide besar yang pernah disumbangsihkan Sutjipto dalam masa akhir sebelum tumbangnya orde baru adalah gerakan semut ireng. Gerakan ini lahir pasca Pemilu 1987, yang pada waktu itu Sutjipto adalah Sekretaris DPD PDI Jawa Timur, dalam kerangka menyusun konsep pemenangan Pemilu 1992. Secara sederhana konsep gerakan ini berbasiskan kepada semangat gotong royong dan soliditas massa PDI yang pada waktu itu dalam jumlah kecil dibanding dua partai yang lain PPP dan Golkar. Walaupun kecil tapi Sutjipto melihat bahwa adanya potensi yang besar dari soliditas antar kader partai. Sehingga untuk menyatukan segala potensi dan gerak langkah partai, Sutjipto meluncurkan Gerakan Semut Ireng itu.
Gerakan Semut Ireng, ditinjau dari gerakan politik adalah semangat awal untuk memberikan perlawanan terhadap rezim orde baru, yang dikenal rezim yang penuh korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemiskinan di beberapa wilayah, kesenjangan sosial yang begitu tinggi pada waktu menjadikan gerakan semut ireng cepat diterima oleh banyak kalangan masyarakat bawah di Jawa Timur. Sutjipto sebagai sekretaris DPD PDI Jatim saat itu, juga mengoptimalkan mesin partai pada tingkatan lokal untuk turut mengampanyekan gerakan semut ireng tersebut. Ada tiga hal dasar yang menjadi percepatan diterimanya Gerakan Semut Ireng ini, yang pertama adalah gerakan tanpa kesenjangan struktural, yang dimaksudkan adalah melaksanakan gerakan ini struktural PDI dari jenjang daerah, kabupaten hingga pengurus kecamatan bergerak bersama tanpa adanya kesenjangan antar jabatan di struktural. Lalu yang kedua adalah memegang teguh ideologi yang diyakini bersama walaupun ideologi marhaenisme diputuskan terlarang oleh rezim orde baru, akan tetapi secara sadar kader PDI diseluruh pelosok negeri meyakini bahwa marhaenisme ajaran Soekarno adalah ideologi politik yang dipilih. Dan yang ketiga adalah kepemimpinan, yang dimaksudkan disini adalah figur pemimpin partai yang bisa menjadi pengikat antar golongan dan elemen yang ada di tubuh partai untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam hal meniadakan kesenjangan struktural, Sutjipto selaku sekretaris DPD menginstruksikan kepada jajaran di bawahnya untuk membuka ruang komunikasi antar pengurus struktural baik secara vertikal maupun horisontal dan melakukan gerakan ke basis secara berkala. Setiap pengurus hendaknya menerima saran dan kritikan dari jenjang struktural di bawahnya khususnya terkait dengan pembinaan dan pendidikan politik bagi kader-kader partai. Dan disarankan untuk tetap menekan angka konflik diantara pengurus struktural. Menekan angka konflik di PDI, bukanlah persoalan mudah. Sebagai parpol yang merupakan hasil fusi, banyak unsur dan golongan di tubuh partai yang merupakan potensi konflik di masa depan. Akan tetapi dengan membuka ruang komunikasi dan kunjungan berkala menyebabkan Sutjipto berhasil meredam konflik terbuka yang terjadi di tubuh partai. Dalam hal ini Sutjipto dikenal sebagai salah satu pengurus partai dari Provinsi pada masa itu yang rutin melakukan kunjungan kerja daerah baik formal maupun non formal.
Untuk Permasalahan ideologi politik ini, pasca diberangusnya ideologi marhaenisme ajaran Soekarno pada awal 1970an, kader partai PDI hanya bisa menyuarakannya melalui perorangan. Semangat gotong royong yang menjadi landasan ajaran marhaenisme Soekarno, menjadi landasan gerak basis bawah PDI khususnya dalam menerjemahkan langkah-langkah taktis strategis Gerakan Semut Ireng ini. Dalam membuat keputusan maupun kebijakan partai, Sutjipto menekankan pada semangat gotong royong. Baik soal pendanaan partai maupun penyikapan terhadap kebijakan partai. Selain itu, pendidikan kader partai yang massa itu hanya berupa diskusi kelompok kecil 5 hingga 6 orang saja, Ideologi Marhaenisme ajaran Soekarno menjadi topik bahasan yang serius. Ideologi Politik, menjadi penting menurut Sutjipto, hal ini karena ideologi menjadi alat pemersatu terhadap beragam keinginan antar anggota partai yang berada di dalamnya. Rumusan perjuangan partai dan pokok-pokok pikiran partai didasarkan pada ideologi politik tersebut. Melalui pilihan ideologi yang jelas, maka suatu gerakan bersama tersebut bisa dinamakan sebagai gerakan politik. Dan pilihan jelas tersebut adalah kemampuan untuk mengartikulasikan kepentingan masyarakat dan mampu memperjuangkannya.
Yang terakhir adalah persoalan kepemimpinan, di masa itu PDI masih bergantung kepada figur Soerjadi sebagai ketua umum dan Latief Pudjosakti sebagai Ketua DPD PDI Jatim, akan tetapi Sutjipto melihat adanya kekurangan dua figur tersebut untuk menjadi magnet penarik massa pemilih. Maka dengan gerak cepat pula, Sutjipto menggandeng Guruh Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi magnet dan sosok figur pemimpin PDI di masa mendatang. Walaupun dalam perjalanannya, Sutjipto lebih memilih Megawati sebagai figur kepemimpinannya, maka Gerakan Semut Ireng sebagai gerakan untuk membangun kekuatan politik telah memenuhi prasyaratnya. Megawati dan Sutjipto berkeliling ke seluruh cabang se-Jatim untuk menggerakan arus bawah partai.
Selain ketiga hal di atas, yang perlu dicermati dalam melihat gerak nyata Gerakan Semut Ireng adalah kampanye getok tular, dari satu pintu ke pintu yang lain, dari orang ke perorangan yang lain. Sutjipto cukup tangguh untuk bisa melaksanakan kampanye perorangan tersebut dengan mengerahkan segenap potensi partai di masa itu. Berbagai jenis acara konsolidasi partai dilaksanakan sosialisasi Gerakan ini secara nyata. Sutjipto juga berhasil membuka ruang komunikasi dengan elemen demokrasi yang lainnya seperti gerakan pemuda, dan gerakan kemasyarakatan lainnya. Yang menurutnya jejaring kekuatan eksternal partai mampu menjadi lingkaran penguat dari gerakan semut ireng ini. Sehingga mampu menciptakan kesan bahwa gerakan semut ireng ini adalah gerakan murni dari masyarakat dan bukan semata milik PDI saja.
Secara perlahan, Gerakan Semut Ireng, berhasil meningkatkan suara PDI saat Pemilu 1992. Di wilayah mataraman yang kental dengan politik abangan berhasil mendulang suara cukup signifikan. Peningkatan suara terjadi di Kabupaten Nganjuk, Kab Kediri, Kab Blitar, Trenggalek dan Ponorogo. kota-kota besar seperti Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota Madiun juga terjadi peningkatan suara walaupun tidak sebesar di wilayah Mataraman. Gerakan Semut Ireng telah menciptakan tradisi baru dalam kehidupan parpol di masa itu khususnya di Jatim. Sebagai contoh, gelaran kegiatan partai pada masa itu kental dengan suasana gotong royong baik dana maupun sumbangsih tenaga dan pikiran.
Gerakan Semut Ireng terhenti pasca terjadinya konflik PDI pada Kongres Luar Biasa 1993 yang dilaksanakan di Asrama Haji Surabaya. Menguatnya Megawati sebagai salah satu sosok pemimpin di masa mendatang, membesarnya kekuatan perlawanan-perlawanan, semakin memperlemah kredibilitas Rezim Orde Baru di mata rakyat. Sehingga seluruh kekuatan PDI baik struktural maupun suara arus bawah terkondisikan oleh situasi konflik tersebut. Sutjipto sebagai pemegang SK 043 yang menyatakan dirinya sebagai Ketua DPD PDI Jatim didukung oleh arus bawah partai pada masa itu. Sehingga puncaknya terjadi peristiwa 27 Juli 1996. Dan pada akhirnya proses berlanjut pada kejatuhan rezim orde baru.
Meninjau dinamika parpol dan demokrasi saat ini, perlu menjadi perhatian khusus terhadap ide besar Sutjipto tentang Gerakan Semut Ireng ini. Tuntutan arus bawah saat ini adalah Parpol tidak boleh lagi sekadar mengartikulasikan kepentingan segelintir orang saja tetapi lebih jauh adalah bersama rakyat untuk memperjuangkan aspirasi wong cilik, seperti yang selalu diamanatkan oleh Sutjipto pada berbagai kesempatan. Setidaknya almarhum Sutjipto telah menjadi warna bagi perjalanan sejarah bangsa dan demokrasi sejak sebelum kejatuhan orde baru hingga akhir hayatnya. Selamat Jalan Pak Tjip... (*)
Penulis adalah Ketua Departemen Pemuda DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Periode 2010-2015
Kontak Penulis fb Aven Januar
Sumber Berita :
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=5020t
Tidak ada komentar:
Posting Komentar