create your own banner at mybannermaker.com!

Kamis, 26 Desember 2019

Gerakan Semut Ireng

                                Ir H Sutjipto
 
Senin, 28 November 2011 diposting pada kategori ARTIKEL
 
Gerakan Semut Ireng
Oleh Aven Januar
 
PDI Perjuangan telah kehilangan salah satu kader terbaiknya, Ir H  Sutjipto pada 24 November 2011 lalu. Sutjipto dalam perjalanan hidupnya  memang tak bisa dilepaskan dari dinamika PDI Perjuangan dan Megawati  Soekarnoputri selaku Ketua Umum partai. Dalam karir politiknya, selain  dikenal sebagai tokoh kharismatik di kalangan politisi Jawa Timur,  Sutjipto juga banyak meninggalkan ide-ide besar khususnya dalam  perjalanan sejarah PDI (pada era orde baru), PDI Pro Mega (1996-1999)  hingga PDI Perjuangan.  Ide-ide besar tersebut pada kenyataannya,  selain Dasa Prasetya PDI Perjuangan belum pernah terbukukan secara rapi.  Akan tetapi pada tingkatan semangat dan gairah berorganisasi, banyak  ide Sutjipto terlaksana secara nyata khususnya bagi para kader PDI  Perjuangan yang pernah beriringan melakukan perjuangan bersamanya.
 
Salah satu ide besar yang pernah disumbangsihkan Sutjipto dalam masa  akhir sebelum tumbangnya orde baru adalah gerakan semut ireng. Gerakan  ini lahir pasca Pemilu 1987, yang pada waktu itu Sutjipto adalah  Sekretaris DPD PDI Jawa Timur, dalam kerangka menyusun konsep pemenangan  Pemilu 1992. Secara sederhana konsep gerakan ini berbasiskan kepada  semangat gotong royong dan soliditas massa PDI yang pada waktu itu dalam  jumlah kecil dibanding dua partai yang lain PPP dan Golkar. Walaupun  kecil tapi Sutjipto melihat bahwa adanya potensi yang besar dari  soliditas antar kader partai. Sehingga untuk menyatukan segala potensi  dan gerak langkah partai, Sutjipto meluncurkan Gerakan Semut Ireng itu.
 
Gerakan Semut Ireng, ditinjau dari gerakan politik adalah semangat  awal untuk memberikan perlawanan terhadap rezim orde baru, yang dikenal  rezim yang penuh korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemiskinan di beberapa  wilayah, kesenjangan sosial yang begitu tinggi pada waktu menjadikan  gerakan semut ireng cepat diterima oleh banyak kalangan masyarakat bawah  di Jawa Timur. Sutjipto sebagai sekretaris DPD PDI Jatim saat itu, juga  mengoptimalkan mesin partai pada tingkatan lokal untuk turut  mengampanyekan gerakan semut ireng tersebut. Ada tiga hal dasar yang  menjadi percepatan diterimanya Gerakan Semut Ireng ini, yang pertama  adalah gerakan tanpa kesenjangan struktural, yang dimaksudkan adalah  melaksanakan gerakan ini struktural PDI dari jenjang daerah, kabupaten  hingga pengurus kecamatan bergerak bersama tanpa adanya kesenjangan  antar jabatan di struktural. Lalu yang kedua adalah memegang teguh  ideologi yang diyakini bersama walaupun ideologi marhaenisme diputuskan  terlarang oleh rezim orde baru, akan tetapi secara sadar kader PDI  diseluruh pelosok negeri meyakini bahwa marhaenisme ajaran Soekarno  adalah ideologi politik yang dipilih. Dan yang ketiga adalah  kepemimpinan, yang dimaksudkan disini adalah figur pemimpin partai yang  bisa menjadi pengikat antar golongan dan elemen yang ada di tubuh partai  untuk mencapai tujuan bersama.
 
Dalam hal meniadakan kesenjangan struktural, Sutjipto selaku  sekretaris DPD menginstruksikan kepada jajaran di bawahnya untuk membuka  ruang komunikasi antar pengurus struktural baik secara vertikal maupun  horisontal dan melakukan gerakan ke basis secara berkala. Setiap  pengurus hendaknya menerima saran dan kritikan dari jenjang struktural  di bawahnya khususnya terkait dengan pembinaan dan pendidikan politik  bagi kader-kader partai. Dan disarankan untuk tetap menekan angka  konflik diantara pengurus struktural. Menekan angka konflik di PDI,  bukanlah persoalan mudah. Sebagai parpol yang merupakan hasil fusi,  banyak unsur dan golongan di tubuh partai yang merupakan potensi konflik  di masa depan. Akan tetapi dengan membuka ruang komunikasi dan  kunjungan berkala menyebabkan Sutjipto berhasil meredam konflik terbuka  yang terjadi di tubuh partai. Dalam hal ini Sutjipto dikenal sebagai  salah satu pengurus partai dari Provinsi pada masa itu yang rutin  melakukan kunjungan kerja daerah baik formal maupun non formal.
 
Untuk Permasalahan ideologi politik ini, pasca diberangusnya  ideologi marhaenisme ajaran Soekarno pada awal 1970an, kader partai PDI  hanya bisa menyuarakannya melalui perorangan. Semangat gotong royong  yang menjadi landasan ajaran marhaenisme Soekarno, menjadi landasan  gerak basis bawah PDI khususnya dalam menerjemahkan langkah-langkah  taktis strategis Gerakan Semut Ireng ini. Dalam membuat keputusan maupun  kebijakan partai, Sutjipto menekankan pada semangat gotong royong. Baik  soal pendanaan partai maupun penyikapan terhadap kebijakan partai.  Selain itu, pendidikan kader partai yang massa itu hanya berupa diskusi  kelompok kecil 5 hingga 6 orang saja, Ideologi Marhaenisme ajaran  Soekarno menjadi topik bahasan yang serius. Ideologi Politik, menjadi  penting menurut Sutjipto, hal ini karena ideologi menjadi alat pemersatu  terhadap beragam keinginan antar anggota partai yang berada di  dalamnya. Rumusan perjuangan partai dan pokok-pokok pikiran partai  didasarkan pada ideologi politik tersebut. Melalui pilihan ideologi yang  jelas, maka suatu gerakan bersama tersebut bisa dinamakan sebagai  gerakan politik. Dan pilihan jelas tersebut adalah kemampuan untuk  mengartikulasikan kepentingan masyarakat dan mampu memperjuangkannya.
 
Yang terakhir adalah persoalan kepemimpinan, di masa itu PDI masih  bergantung kepada figur Soerjadi sebagai ketua umum dan Latief  Pudjosakti sebagai Ketua DPD PDI Jatim, akan tetapi Sutjipto melihat  adanya kekurangan dua figur tersebut untuk menjadi magnet penarik massa  pemilih. Maka dengan gerak cepat pula, Sutjipto menggandeng Guruh  Soekarnoputra dan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi magnet dan sosok  figur pemimpin PDI di masa mendatang. Walaupun dalam perjalanannya,  Sutjipto lebih memilih Megawati sebagai figur kepemimpinannya, maka  Gerakan Semut Ireng sebagai gerakan untuk membangun kekuatan politik  telah memenuhi prasyaratnya. Megawati dan Sutjipto berkeliling ke  seluruh cabang se-Jatim untuk menggerakan arus bawah partai.
 
Selain ketiga hal di atas, yang perlu dicermati dalam melihat gerak  nyata Gerakan Semut Ireng adalah kampanye getok tular, dari satu pintu  ke pintu yang lain, dari orang ke perorangan yang lain. Sutjipto cukup  tangguh untuk bisa melaksanakan kampanye perorangan tersebut dengan  mengerahkan segenap potensi partai di masa itu. Berbagai jenis acara  konsolidasi partai dilaksanakan sosialisasi Gerakan ini secara nyata.  Sutjipto juga berhasil membuka ruang komunikasi dengan elemen demokrasi  yang lainnya seperti gerakan pemuda, dan gerakan kemasyarakatan lainnya.  Yang menurutnya jejaring kekuatan eksternal partai mampu menjadi  lingkaran penguat dari gerakan semut ireng ini. Sehingga mampu  menciptakan kesan bahwa gerakan semut ireng ini adalah gerakan murni  dari masyarakat dan bukan semata milik PDI saja.
 
Secara perlahan, Gerakan Semut Ireng, berhasil meningkatkan suara  PDI saat Pemilu 1992. Di wilayah mataraman yang kental dengan politik  abangan berhasil mendulang suara cukup signifikan. Peningkatan suara  terjadi di Kabupaten Nganjuk, Kab Kediri, Kab Blitar, Trenggalek dan  Ponorogo. kota-kota besar seperti Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota  Madiun juga terjadi peningkatan suara walaupun tidak sebesar di wilayah  Mataraman. Gerakan Semut Ireng telah menciptakan tradisi baru dalam  kehidupan parpol di masa itu khususnya di Jatim. Sebagai contoh, gelaran  kegiatan partai pada masa itu kental dengan suasana gotong royong baik  dana maupun sumbangsih tenaga dan pikiran.
 
Gerakan Semut Ireng terhenti pasca terjadinya konflik PDI pada  Kongres Luar Biasa 1993 yang dilaksanakan di Asrama Haji Surabaya.  Menguatnya Megawati sebagai salah satu sosok pemimpin di masa mendatang,  membesarnya kekuatan perlawanan-perlawanan, semakin memperlemah  kredibilitas Rezim Orde Baru di mata rakyat. Sehingga seluruh kekuatan  PDI baik struktural maupun suara arus bawah terkondisikan oleh situasi  konflik tersebut. Sutjipto sebagai pemegang SK 043 yang menyatakan  dirinya sebagai Ketua DPD PDI Jatim didukung oleh arus bawah partai pada  masa itu. Sehingga puncaknya terjadi peristiwa 27 Juli 1996. Dan pada  akhirnya proses berlanjut pada kejatuhan rezim orde baru.
 
Meninjau dinamika parpol dan demokrasi saat ini, perlu menjadi  perhatian khusus terhadap ide besar Sutjipto tentang Gerakan Semut Ireng  ini. Tuntutan arus bawah saat ini adalah Parpol tidak boleh lagi  sekadar mengartikulasikan kepentingan segelintir orang saja tetapi lebih  jauh adalah bersama rakyat untuk memperjuangkan aspirasi wong cilik,  seperti yang selalu diamanatkan oleh Sutjipto pada berbagai kesempatan.  Setidaknya almarhum Sutjipto telah menjadi warna bagi perjalanan sejarah  bangsa dan demokrasi sejak sebelum kejatuhan orde baru hingga akhir  hayatnya. Selamat Jalan Pak Tjip... (*)
 
Penulis adalah Ketua Departemen Pemuda DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Periode 2010-2015
 
Kontak Penulis fb Aven Januar
 
Sumber Berita :
 
http://www.pdiperjuangan-jatim.org/v03/index.php?mod=berita&id=5020t

Tidak ada komentar:

Posting Komentar